Selasa, 10 Maret 2009

Sarung Bolong Dari Kampung Bojong

Dari arah kampung Bojong,
berjingkat-jingkat ia berjalan di pagi buta,
kala orang tidur dengan sebagian mulutnya ternganga,
mengendap-endap ia masuk ke halaman rumah itu,
ditebarnya pandangan ke seluruh sudut rumah,
waspada,
siapa tahu ada yang melihatnya.
Aman, tak ada yang melihat.

Ia lalu melipat sarung bolongnya,
ia lalu menutup sebagian wajah dengan sarungnya,
ia lalu memastikan langkahnya,
ia lalu mematangkan geraknya,
dan iapun lalu mendongkel jendela dapur.
Berhasil dan masuk.

Di dapur,
ia umak-umik berdoa,
doa khusuk seperti orang mau berangkat perang,
“Bukankah ini untuk menafkahi anak isteriku ?”
“Lho mengapa koq dengan cara seperti ini ?”
“Habis mau apalagi lha wong tak punya apa-apa”
“Tanah tak punya, keterampilan tak ada, modal tak ada”
“Yang ada adalah keberanian”
“Yang ada adalah orang yang teledor sehingga rumahnya bisa dimasuki”

Doanya didengar oleh Tuhan,
si empunya rumah bangun,
si pencuri terkejut, si empunya rumah juga terkejut hendak berteriak,
si pencuri tersenyum, si empunya rumah juga tersenyum tak jadi berteriak,
si empunya rumah mengurut dada maklum,
terjadilah dialog lima kalimat tentang arti hidup,
si pencuri mengangguk-angguk.
Sang pencuri diberi hadiah sekarung beras,
seekor ayam hidup plus uang sepuluh ribu,
dengan janji ia boleh kembali untuk bekerja di tempat itu
kapan saja ia mau.

Sejak itu tak ada lagi sarung bolong di tengah malam,
yang umak-umik berdoa di dapur.
Di kampung itu telah berkurang kemiskinan seorang keluarga,
karena telah terbuka satu lapangan kerja.

cibinong, 10 November 1996
SastrawanBatangan

Senin, 09 Maret 2009

Sama Saja Alias Tak Beda

Kalau
lelaki
sama saja
alias tak beda dengan
perempuan,
maka
tak akan ada kamu dan aku,

Kalau
dosa
sama saja dengan
pahala,
maka
tak akan ada neraka dan sorga,

Kalau
orang yang bangun tidur, mandi, pergi kerja
atau sekolah, pulang, makan, tidur
lalu besoknya
seperti itu lagi
sama saja alias tak beda dengan
orang yang melakukan hal yang sama
namun ditambah dengan berbuat baik kepada diri dan
lingkungannya secara seimbang
dan
itu terus berlangsung
sepanjang hidupnya,
maka
sang pencipta hidup tidak bisa disebut maha adil.

Karena
sang pencipta hidup adalah dzat yang maha adil,
maka
ada selarik kalimat berita gembira :
“Berlomba-lombalah berbuat kebajikan”,
itulah
yang akan membuat tidak sama,
itulah
yang akan menjadikan beda.

Cibinong, 26 Oktober 1996.
SastrawanBatangan

Minggu, 08 Maret 2009

Sains Gombal Teknologi Kumal

Ya, buat apa ada ilmu filsafat,
kalau itu
hanya menengadah ke langit
mencari kebenaran terstruktur,
sementara kaki menginjak bumi dalam jiwa yang kosong
dimakan pertanyaan yang entah kapan terjawab,
kalaupun ada,
hanya sekadar jawaban untuk diri sendiri,
tak peduli orang lain tahu ataukah tidak.

Ya, buat apa sejarah,
kalau itu
hanya sekadar daftar tahun kejadian tanpa makna,
kalau itu
tidak menstimuli kesadaran dan kemauan untuk tidak perang,
kalau itu
tidak meredam untuk tidak saling berebut kekuasaan,
penyebab derita berkepanjangan,

Ya, buat apa ada ilmu sosiologi,
kalau itu
hanya sekadar disertasi tentang tingkah laku masa,
lalu dengan itu pula
merekayasa masa untuk kepentingan kekuasaan.

Ya, buat apa ada ilmu psikologi,
kalau itu
hanya jadi komoditas semniar,
sementara anak tetap beringas karena televisi,
sementara remaja makin binal karena minus kasih sayang,
sementara si ibu makin berani kepada bapak karena ingin emansipasi,
sementara si bapak masih terkekeh-kekeh di panti pijat,
lebih nikmat daripada di rumah

Ya, buat apa ada ilmu ekonomi,
kalau itu
hanya sekadar keseimbangan pendapatan dan belanja,
sementara kelebihan si kaya masih sulit menetes kepada si miskin,
sementara si miskin masih hanya sekadar menunggu pemberian si kaya

Ya, buat apa ada ilmu politik,
kalau itu
hanya sekadar mengamati kejuaraan fitnah,
kalau itu
hanya sekadar melihat kontes memenangkan pemilihan,
sementara pikiran kebangsaan, pikiran kemanusiaan,
menjadi sekadar hanya nomor dua.

Ya, buat apa teknologi,
kalau itu
kemudian hanya sekadar jadi barang dagangan,
sementara orang banyak masih saja susah.

Ya sains, ya teknologi
sama-sama gombal,
sama-sama kumal,
jika hanya untuk itu.

SastrawanBatangan, Depok, Agustus 1985